Megesah, ‘Menyiksa’ Pengantin Baru


Setelah asik bernyanyi mars dari Taman Yang Batu, pengantin wanita iseng menyodorkan penis kayu yang dipakai pemuda banjar untuk mengerjai pengantin.
Bayangkan skenario ini. Pagi hari kamu baru saja menikah dan di malam harinya akan menikmati malam pertama yang begitu berkesan. Tapi tiba-tiba pemuda pemudi banjar sudah siap dirumahmu dan memberikan berbagai hadiah yang ‘berkesan’. Sebut saja kondom, penis kayu, berbagai guyonan khas Bali yang berbau sex dan segala hal untuk mempermalukanmu.
Angga dan Novi, pasangan muda yang baru saja melangsungkan pernikahan mereka pada 2 Juni 2012
Pengantin wanita ditempatkan ditengah pemuda banjar dan satu per satu mulai memberikan guyonan standar sampai berbau sex
Suasana saat “Megesah” di rumah pengantin laki-laki
Canda tawa pemuda banjar Taman Yang Batu saat Megesah
Pengantin dipaksa menyanyikan lagu berbau sex sambil memegang penis kayu.
Mereka membuktikan keseriusan dalam menjalin hubungan pernikahan pada teman-teman sebanjar.
Kedua pengantin sedikit meringis saat meminum kopi spesial buatan pemuda banjar. Didalamnya berisi ramuan khusus, seperti garam, gula, vetsin, terasi dan terserah apa yang mau dimasukkan untuk menghasilkan rasa aneh.
Jajanan tradisional diselipkan diantara kedua pengantin dan mereka harus memakannya bersamaan.
Setelah menerima ‘siksaan adat’ yang penuh canda tawa, kedua pengantin menerima kenang-kenangan dari sekeha teruna teruni banjar Taman Yang Batu.
Megesah, merupakan tradisi lokal di Banjar Taman Yang Batu sejak tahun 1940-an, dimulai dari terbentuknya RPT (Rukun Pemuda Taman), organisasi muda-mudi. Sekehe Teruna Teruni Dharma Laksana Yang Batu menggoda pasangan yang baru menikah sebagai simbol dari permasalahan yang akan dihadapinya nanti saat berumah tangga. Godaan ini hanya sebagian kecil dari hal-hal besar yang akan mereka alami kedepan.
Pengantin perempuan terlihat sangat menikmati suasana ini, meski terkadang masih malu-malu karena banyak pertanyaan berbau sex, bahkan hal pribadi yang dilontarkan. Misalnya saja seperti ukuran penis suaminya, bagaimana rasanya ML dan hal yang seharusnya nggak dibahas didepan umum. Pihak keluarga yang melihat hanya tertawa saja dan justru menikmati bagaimana anggota baru mereka ‘digojlok’ untuk bisa benar-benar masuk dalam sistem banjar.
Sedikit berbeda saat saya masih SMP/ SMA sekitar awal tahun 2000-an, pengantin perempuan nggak jarang dibuat menangis dan terpaksa senyum atau ketawa. Bisa jadi karena masa itu, pemudanya lebih agresif dalam mengejek atau bahkan pura-pura marah untuk totalitas. Biasanya setelah Megesah, pengantin perempuan jadi nggak begitu canggung saat bertemu krama banjar.

No comments:

Post a Comment

Popular Post